Selamat Datang Di Gubuk Yang Sederhana Ini, Mari Minum Kopi Bersama di negeri nyiur melambai, torang samua basodara

Sabtu, 25 Mei 2013

Toleransi dan Pluralisme dalam Hindu



Toleransi dan Pluralisme dalam Hindu
Oleh: W. Sumertha

Om Suastiastu.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Hyang Widhi wasa atas segala berkat dan kasih yang telah dilimpahkan kepada kita. Tanpa kemurahanNya mustahil semua ini dapat kita nikmati.
  
Baru-baru ini saya diutus oleh Parisada Sulut untuk mengikuti konferensi antar umat beragama antara Indonesia dan Jerman. Salah satu permasalahan yang dibahas adalah mengenai toleransi dan pluralism. Konferensi ini dilaksanakan karena kita mencermati akhir-akhir ini mulai timbul berbagai konflik yang diakibatkan oleh kurangnya toleransi.


Kita semua tahu bahwa hindu merupakan agama yang tertua yang bertahan sampai sekarang karena selalu relevan dengan perkembangan jaman baik dimasa lalu, masa sekarang dan di masa yang akan datang. Hindu memiliki kekayaan filsafat dan kaidah spiritual  yang terbentuk selama ribuan tahun. Kita patut berbangga  karena ditengah – tengah maraknya konflik yang mengatasnakanan agama, kita jarang mendengar Hindu ada didalamnya. Agama kita memiliki konsep yang sangat jelas tentang toleransi dan pluralisme.
Dalam kehidupan kita bermasyarakat kita bersinggungan dengan orang lain dari kepercayaan dan keyakinan yang berbeda. Masing-masing keyakinan memiliki perbedaan dalam tiga aspek yaitu srada/ tatwa, acara/ritual dan etika/susila. Srada menyangkut keimanan dan konsep tentang ketuhanan, dan ritual menyangkut tata cara kita untuk menghubungkan diri dengan Sang Hyang Widhi.  Perbedaan-perbedaan keyakinan ini memberi rona dan mewarnai kehidupan beragama dalam masyarakat. Walaupun demikian, pada aspek tertentu memiliki kesamaan, misalnya menyangkut kemanusiaan (humanity).

Pertama kita mengenal ajaran atau prinsip vasudhaiva kutumbakam. Prinsip ini berasal dari kata vasudha, eva dan kutumbakan. vasudha berarti dunia, eva merupakan kata penekan yang bermakna benar adanya dan kutumbakam berarti keluarga. Dengan demikian ajaran ini bermakna bahwa seluruh dunia ini hanyalah satu keluarga besar. Ini adalah suatu ajaran yang mencoba untuk memberi kita pemahaman bahwa seluruh umat manusia pada hakekatnya adalah satu kelurga besar. Ini adalah filsafat sosial yang berakar dari pemahaman spiritual bahwa seluruh umat manusia tercipta dari satu sumber kehidupan yang sama yaitu Brahman atau Hyang Widhi Wasa. Jika Parama Purusa atau Hyang Widhi hanya satu bagaimana mungkin atman yang menghidupi makhluk hidup berbeda? Jika atman yang bersemayam dalam setiap makhluk hidup berbeda bagaimana dia bias menyatu dengan Hyang Widhi? Bagaimana Moksatram bisa  tercapai jika percikan suci atman berasal dari sumber yang berbeda?. Jika air samudra adalah satu bagaimana mungkin setetes air hujan berbeda dengan samudra? Inilah makna sesungguhnya dari prinsip vasudhaiva kutumbakan, bahwa kita semua berasal dari sumber yang sama dan dengan demikian dunia ini merupakan organisasi kesadaran kosmis Hyang Widhi Wasa. Prinsip Vasudhaiva kutumbakam berasal dari kitab Mahopanishad -VI – 70:

Ayam bandhurayam neti ganana laghuchetasam

Udarachairitam tu vasudhaiva kutumbakam
Hanya orang kerdil yang membeda-bedakan berkata: dia adalah keluarga saya; yang lain adalah orang asing. Bagi mereka yang berjiwa besar, seluruh dunia tidak lain adalah satu keluarga.

Ayat ini bukan saja mengenai kedamaian dan harmoni antara masyarakat tetapi juga megajak kita semua untuk hidup bersama seperti keluarga. Dengan alasan ini Hindu mengajarkan bahwa kekuatan apapun dimuka bumi ini baik besar maupun kecil tidak bisa semena-mena, dan mengabaikan yang lainnya.
Yang kedua kita memiliki ajaran Tri Hita Karana, atau tiga penyebab terciptanya kebahagiaan. Tri hita karana mengajarkan falsafah hidup yang harmonis dengan Tuhan, Alam sekitar dan sesama manusia.  Kita manusia adalah ciptaan Hyang Widhi, sedangkan atman merupakan percikan sinar suci kebesaran Hyang Widhi yang menyebagkan kita hidup. Kita juga bergantung kepada alam dan lingkungan dimana kita hidup, dan menjadi kewajiban kita untuk menjaga dan memperhatikan lingkungan. Dan kita adalah makhluk sosial yang selalu memerlukan orang lain demi kelangsungan hidup kita. Oleh sebab itu hubungan dengan sesama harus selalu baik dan harmonis. Hubungan dengan sesama harus diatur dengan dasar saling asah, saling asih dan saling asuh yang artinya saling menghargai, saling mengasihi dan saling membimbing. Jika ketiga hubungan ini dapat kita jalankan dengan seimbang maka hita atau kebahagiaan akan tercapai.
Kita juga menemukan berbagai ajaran toleransi dari beberapa mantram yang biasa kita gunakan baik sebagai dainika upasana atau mantra sehari-hari dan naimitika upasana atau mantra yang digunakan secara incidental pada saat-saat tertentu.  Misalnya pada mantram trisandya ayat lima kita menjumpai doa “sarwa prani hitangkara” semoga semua makhluk bahagia. Kita bukan hanya menghormati semua makhluk tetapi juga berdoa untuk kesejahteraan mereka. Mantra lain seperti:

Om sarve bhavantu sukhinah. Sarve santu niraamayaah.
Sarve bhadraani pashyantu. Maa kaschid dukhbhaag bhavet.
Semoga semua makhluk bahagia, semoga semua makhluk sehat
Semoga semua makhluk menikmati kesejahteraan, semoga tak satupun mengalami penderitaan

Doa mantra tersebut mendemonstrasikan betapa kita peduli dengan semua makhluk secara universal tidak hanya inklusif atau terbatas bagi pemeluk hindu semata-mata. Kita memandang semua makhluk sebagai manifestasi dari satu kesadaran agung yaitu Hyang Widhi Wasa.

Ekam sat vipraha bahudha vadanti
Hanya ada satu kebenaran, para bijaksana menyebutnya dengan nama yang berbeda.

Kita bukan hanya mempromosikan toleransi tapi juga penghormatan terhadap perbedaan keyakinan atau jalan ketuhanan yang berbeda. Dengan demikian, kita berpendirian bahwa sungguh berbahaya dan cacat untuk secara sengaja memaksakan keyakinan kepada orang lain bahwa ajarannya yang paling benar dan satu-satunya jalan menuju Tuhan, apalagi dengan cara kekerasan, tipu muslihat,  dan merendahkan kepercayaan orang lain.  Dengan ajaran dan filosofi yang sedemikian santun ini kita patut bangga menjadi hindu, bangga dilahirkan di tengah-tengah keluarga hindu. Mari kita implementasikan ajaran ini kedalam kehidupan kita.

Sebelum saya mengakhiri wacana dharma ini, saya ingin membacakan sloka yang di ambil dari  Rgveda X.191.2 dan 4
Sam  gacchadhvam sam vadadhvam
sam vo manam si jànatàm,
devà bhàgam yathà pùrve samjànànà upàsate.

(Wahai umat manusia! Hiduplah dalam harmoni dan kerukunan. Hendaklah bersatu, dan bekerja sama.   Berbicaralah  dengan  satu  bahasa, dan ambilah keputusan dengan satu pikiran. Seperti orang-orang suci di masa lalu yang telah melaksanakan  kewajibannya,   hendaklah   kamu  tidak goyah dalam  melaksanakan    kewajibanmu)
Samànì va àkutih samànà hridayàni vaá,
samànam astu vo mano yathà vahá susahàsati.

Rgveda X.191.4.
(Wahai  umat   manusia!   Milikilah  perhatian yang sama. Tumbuhkan saling pengertian di antara kamu. Dengan demikian engkau dapat  mewujudkan  kerukunan dan kesatuan)
Demikian wacana singkat yang dapat saya sampaikan, kalau ada kekurangan mohon di maafkan. Om santi-santi-santi OM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar